Pernahkah terbayang sebelumnya selama tiga bulan hanya berdiam diri di rumah? Selama tiga bulan menyapa panas dan dinginnya ibukota? Selama tiga bulan tidak berkelana? Selama tiga bulan tidak bersua kawan atau sejawat? Sesuatu yang tidak pernah terbayangkan itu sekarang nyatanya adalah sebuah kenyataan. Tanpa ditanya bisa atau tidak, nyatanya sudah kejadian. Begitu saja dan tiba-tiba. Sesuatu yang sebelumnya mungkin serasa diabaikan, nyatanya bisa merubah keadaan menjadi yang tidak terbayangkan.

Ini bukan kali pertama pandemi atau wabah menggoda negeri. Kali ini memanglah suatu yang istimewa karena seluruh dunia dibuat kocar-kacir karenanya. Jiwa demi jiwa berjatuhan menjadi korban. Masih banyak yang bertahan, namun jumlah orang yang terpaksa meninggalkan dunia ini tak bisa diabaikan. Mencekam dan menyeramkan. Itu pernah saya rasakan. Sehingga berdiam diri pun jadi pilihan demi kebaikan.

Bersyukurlah bagi kita yang bisa berdiam diri di rumah karena di luar sana banyak yang masih harus berjuang. Baik demi menyelamatkan korban maupun demi menyambung kehidupan. Banyak pula yang terpaksa berada jauh dari keluarga sehingga tak bisa rasakan kehangatan dari kebahagiaan.

Segala sesuatu pasti ada hikmahnya. Mungkin ini adalah sebuah kenikmatan dan kesempatan. Kenikmatan atas kesempatan untuk bisa lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga. Beberapa waktu lalu, saya bahkan terkadang tidak meluangkan waktu barang satu hari dalam satu minggu untuk berkumpul dengan keluarga. Lebih banyak waktu dihabiskan untuk bekerja, berkelana, atau sekadar bercengkrama serta mencari kesenangan. Di kala semua itu sementara tak bisa lagi terlaksana, banyak hal berharga lainnya yang akhirnya terlintas. Waktu bersama keluarga, waktu untuk berkarya, mengalir dengan begitu deras. Berdiam diri di rumah bukanlah sebuah padang tandus, melainkan sebuah oase yang menyegarkan dan penuh dengan kenikmatan.