Salah satu cabang dari ilmu ekonomi yang menarik untuk digeluti adalah ekonomi perkotaan. Subjek ini menjadi menarik karena mampu menjelaskan berbagai permasalahan yang dihadapi daerah perkotaan (urban) sambil menilik geliat aktivitas ekonomi yang ada di dalamnya. Indonesia sendiri memiliki banyak kota, mulai dari yang besar sampai yang kecil, dengan berbagai problematikanya yang unik dan akan menjadi bahan observasi menarik bagi studi ekonomi perkotaan. Ada banyak hal yang dipelajari ekonomi perkotaan, mulai dari kekuatan pasar terhadap pembentukan kota, tata guna lahan, angkutan perkotaan, kriminalitas, kebijakan publik, dan penerimaan/pemasukan pemerintah setempat.
Yang unik, ekonomi perkotaan mampu menganalisis apakah sebuah kota maju atau tidak hanya melalui observasi sederhana. Saata berkunjung ke sebuah kota, anda dapat menanyai profesi penduduk yang anda temui di kota tersebut secara acak. Apabila mayoritas penduduk yang anda temui itu berprofesi sebagai PNS, maka bisa disimpulkan bahwa kota tersebut tidak maju. Anda juga bisa mengetahui kemajuan sebuah kota dari tampilan fisik uang kembalian yang anda peroleh dari kota tersebut. Jika uang kembalian tersebut dalam kondisi yang jelek atau lecek, maka sirkulasi uang di kota tersebut jelek (uang yang sama hanya berpindah tangan antarpenduduk kota/tidak ada pertambahan uang di kota tersebut). Bisa dikatakan, kota dengan uang kembalian jelek juga merupakan kota yang tidak maju. Selain itu, ekonomi perkotaan juga mampu memprediksi apakah sebuah kota akan menjadi kota maju atau tidak. Sebagai contoh, kota Padang diyakini tidak akan pernah maju karena letak geografis kota yang berada di Pantai Barat Sumatra membuat ia hanya memiliki aktivitas perdagangan yang sedikit dengan wilayah lain di Indonesia (akan lebih menguntungkan bagi kota yang berada di Pantai Timur Sumatra). Selain itu, kota ini juga rawan bencana, seperti gempa bumi dan tsunami baru-baru ini.
Perlu diingat, dalam ekonomi perkotaan, ada lima aksioma penting. Pertama, harga akan menyesuaikan untuk mencapai keseimbangan lokasi atau locational equilibrium. Semakin jauh dari pusat kota semakin murah harga suatu barang dan jasa. Kedua, sebuah kota bersifat selfly enforcing. Hal ini dapat menjelaskan dengan fenomena back to the city. Pada mulanya orang-orang yang bekerja di kota memilih untuk bermukim di pinggiran kota. Hal ini dikarenakan akses menuju kota yang mudah dengan tersedianya akses jalan tol. Namun, lama-kelamaan masalah kemacetan muncul karena semakin banyak orang yang bermukim di pinggiran kota dan bekerja di kota (jalan tol hanya solusi sementara atasi kemacetan). Hal ini kemudian mendorong orang-orang untuk kembali bermukim di kota atau back to the city. Ketiga, eksternalitas menimbulkan inefisiensi. Eksternalitas dihasilkan saat tindakan seorang pelaku ekonomi berdampak pada pelaku ekonomi lainnya tanpa adanya kompensasi. Keempat, produksi bergantung pada skala ekonomi. Hal ini penting karena adanya indivisible input (input yang tidak bisa dibagi lagi) sehingga akan lebih menguntungkan jika memproduksi dalam jumlah besar agar indivisible input tersebut tidak terbuang percuma. Jasa truk pengangkut merupakan salah satu indivisible input, akan lebih menguntungkan jika mengangkut dalam jumlah besar daripada sedikit karena biaya yang ditanggung akan sama saja. Kelima, kompetisi akan menghasilkan zero economic profit, yaitu kondisi saat profit sama dengan opportunity cost. Aksioma ini seringkali terdengar di kuliah mikroekonomi. Kelima aksioma ini tentu amat berguna dalam menilik geliat ekonomi sebuah kota.
Artikel ini merupakan ringkasan dari materi perkuliahan yang disampaikan oleh Sonny P. Harmadi, Dosen FEUI untuk mata kuliah Ekonomi Perkotaan.
0 Comments