Hari beranjak siang, orang-orang yang mengunjungi jembatan gantung terpanjang se-Asia Tenggara itu semakin membludak. Hilir mudik silih berganti. Saya berusaha berjalan melewati jembatan nan ramai ini ke ujung seberang yang ternyata menyimpan satu destinasi yang tidak kalah seru. Sebuah air terjun bernama Curug Sawer.

Setelah melepas peralatan safety yang dipakai ketika berjalan di atas Situ Gunung Suspension Bridge, saya bersama rombongan lainnya bergegas menuju Curug Sawer. Kami menyusuri jalan setapak berbatu-batu dengan tenaga yang tersisa. Maklum perut kami hampir kosong dan jarum jam sebentar lagi menuju ke jam makan siang.


Suara derasnya air terjun dan gemericik air sungai terdengar dari kejauhan. Nampaknya Curug Sawer sudah hampir di depan mata. Karena perut yang lapar kami bersantap siang dulu di salah satu warung. Di situ ada beberapa warung berjejer rapi menjajakan berbagai penganan dan menu makan siang. Saya memiliki seporsi nasi uduk untuk bersantap siang itu.

Setelah itu, saya berjalan mendekat ke air terjun itu. Setibanya di sana, saya merasakan sesuatu yang seakan memberi tahu asal-muasal nama Curug Sawer. Saya merasakan percikan air yang sangat kecil membasahi tubuh saat berada di dekat air terjun itu. Dalam bahasa Sunda, fenomena ini disebut sawer. Curug itu seakan menyawer saya dan pengunjung lainnya. Tak bisa berlama-lama di sana, saya harus beranjak jikalau tidak mau pakaian basah kuyup. Bahkan ponsel yang saya pakai untuk merekam dan berfoto pun mulai berembun.


Selain Curug Sawer dan jembatan gantung, masih ada satu destinasi lainnya yang tidak kalah atraktif di kawasan wisata Situ Gunung. Tunggu cerita selanjutnya atau saksikan vlognya di https://www.youtube.com/BerbudiTV