Pada saat itu, lama sudah rehat mendaki hingga suatu hari aku membaca postingan teman di media sosial. Ia sedang mencari barengan untuk ikut pendakian bersama ke Gunung Ciremai, gunung tertinggi di Jawa Barat. Kontan saja, saya merasa tertantang untuk turut serta mendaki ke sana, tanpa mempertimbangkan aspek cuaca. Saat itu sudah memasuki hujan, tentu akan sangat merepotkan jika kehujanan di tengah pendakian. Namun, saya tidak terlalu memusingkan hal itu dan membulatkan tekad untuk menaklukkan gunung tertinggi di Jawa Barat itu.
Saya bergabung dengan rombongan kala itu 27-28 September 2016 di salah satu sekretariat organisasi pencinta alam di salah satu universitas swasta di bilangan Jakarta Selatan. Pendakian yang berlangsung tanggal ini sekaligus memperingati Hari Sumpah Pemuda. Ternyata jadwal keberangkatan cukup ngaret, saya sudah tiba sekitar pukul 20.00, namun rombongan baru berangkat 23.00. Entah karena pertimbangan mobil yang datang terlambat atau hanya sekadar menghindari kemacetan Jumat malam.
Saya sedikit terkejut karena transportasi yang disediakan bukanlah bus, melainkan mobil tentara yang tentu saja tidak memiliki kursi yang nyaman. Tak lama setelah kedatangan mobil tersebut dan seluruh tas carrier dinaikkan ke dalamnya, nama saya beserta teman dan beberapa orang lain dipanggil untuk naik duluan. Aku pun menebak, mungkin hanya kita yang berasal dari organisasi mereka sehingga kami dipersilakan untuk naik terlebih dahulu dan mendapatkan tempat duduk yang nyaman. Meskipun kecewa, sepertinya aku tidak bisa banyak mengeluh, maklum biaya keikutsertaan pendakian ini terbilang murah dan diselenggarakan oleh mahasiswa yang notabene non-profit, jadi tidak bisalah menuntut pelayanan bak open trip yang pernah saya ikuti sebelumnya.
Menjelang subuh, kami tiba di basecamp pendakian Gunung Ciremai via Palutungan. Udara dingin menusuk memaksaku untuk mengenakan jaket. Tak lama kami dipersilakan istirahat di salah satu rumah warga yang dijadikan basecamp. Rombongan beristirahat dan terlelap sejenak sebelum melanjutkan pendakian setelah matahari meninggi.
Sekitar pukul 08.00, kami memulai pendakian Gunung Ciremai dengan penuh semangat. Semuanya berjalan mulus di awal dan dijalani dengan keceriaan. Tanpa memaksakan diri, rombongan beristirahat di beberapa titik dan pos yang terdapat warung berdiri. Kami mensantap jajanan dan meneguk minuman untuk menambah energi di perjalanan. Lewat tengah hari kami belum juga sampai di pos tempat kami akan berkemah. Namun, ada tim advance yang terlebih dahulu menuju pos dan mendirikan tenda.
Menjelang sore hari, hujan turun. Meskipun awalnya hanya gerimis, lama-lama hujan semakin deras, memaksa kami untuk mengenakan jas hujan. Karena jas hujan yang saya kenakan tidak menutupi bagian bawah dengan sempurna, celana panjang saya pun basah. Inilah pengalaman pertama saya melakukan pendakian di tengah hutan dan hujan yang deras. Benar-benar harus ekstra hati-hati jangan sampai terpleset. Sepatu pun menjadi kotor akibat jalanan yang berlumpur dan tergenang. Jadi, lain kali sepertinya harus berpikir ulang jika ingin melakukan pendakian di musim hujan.
Singkat cerita, menjelang pukul 17:00, saya tiba di pos 5 tempat kami bermalam. Nampak tenda sudah didirikan sehingga saya bisa beristirahat dan mengganti pakaian yang basah. Setelah itu saking lelahnya saya dan teman setenda memilih untuk beristirahat dan tidur. Cuaca yang kurang baik membuat kami enggan untuk beranjak ke luar tenda.
Bada subuh, beberapa anggota rombongan terbangun, termasuk saya dan bersiap melakukan summit attack sesuai dengan agenda yang telah direncanakan penyelenggara. Akan tetapi, masih banyak anggota rombongan yang belum juga bangun. Sempat kecewa dan bingung, rombongan yang sudah bangun tetap memutuskan untuk mulai mendaki ke puncak pagi itu.
Ternyata pendakian ke Puncak Ciremai dari pos 5 memakan waktu cukup lama, sekitar 3-4 jam dengan tempo yang santai. Matahari tampak sudah meninggi ketika saya mulai mencapai titik puncak. Banyak pendaki yang sudah berada di sana dan berfoto dengan plat dan bendera yang berkibar. Demikian pula dengan saya yang turut mengabadikan momen di atas puncak gunung tertinggi di Jawa Barat ini.
Sebelum siang kami telah turun kembali ke pos 5, namun di perjalanan turun saya terkejut melihat sisa rombongan yang baru mulai mendaki. Tentu hal ini akan menyebabkan jadwal pendakian menjadi semakin ngaret. Benar saja, setiba di pos 5, tenda nampal kosong. Kami pun bersama-sama memasak makan siang dan berkemas setelah itu.
Sudah pukul 15:00 tetapi rombongan yang melakukan summit susulan belum juga kembali ke tenda. Tetapi kami tidak mau ambil risiko, dan memilih untuk mulai turun kembali ke basecamp sebelum gelap dan dikhawatirkan hujan akan turun lagi. Meskipun sempat gerimis, untungnya perjalanan turun bisa berjalan lancar tanpa basah kuyup kehujanan. Bada maghrib, rombongan turun pertama sudah tiba di basecamp. Kami pun dapat beristirahat dan makan malam me-recharge energi.
Apa yang terjadi dengan sisa rombongan yang masih di gunung? Saya dan teman yang ada di basecamp tidak mengetahuinya. Yang pasti butuh effort besar bagi mereka melakukan perjalanan turun di hari yang gelap dan disertai rintik hujan. Rombongan yang menunggu di basecamp pun mulai harap-harap cemas sambil membicarakan kesalahan panitia yang membiarkan sisa rombongan untuk melakukan summit susulan.
Pada akhirnya, kami pun belum bisa pulang kembali ke Jakarta malam itu. Mobil carteran sudah meninggalkan basecamp pada pukul 23:00 karena rombongan belum juga tiba sesuai jadwal yang disepakati. Seluruh sisa rombongan yang masih di atas baru turun semuanya pada pukul 03:00 dini hari. Ingin rasanya protes kepada panitia atas kacaunya jadwal kepulangan malam itu. Tetapi semua itu sia-sia sepertinya. Saya dan teman-teman yang lain lebih memilih untuk tidur.
Di pagi hari, masih belum ada kejelasan mengenai kepulangan. Saya dan Mada berbicara langsung ke panitia bahwa kami memilih pulang sendiri saja dengan menaiki angkot yang mangkal di depan basecamp. Mendengar hal itu, panitia baru bereaksi dan menyegerakan rombongan untuk pulang bersama dengan mencarter beberapa angkot yang akan membawa kami ke jalan raya. Setelah itu, kami menunggu ada bus tujuan Jakarta yang lewat. Akhirnya bisa pulang ke rumah, meskipun di luar dugaan waktu kepulangan kami tertunda hingga keesokan hari. Hal ini membuat saya pun harus mengajukan cuti mendadak. Sebuah akhir yang kurang mengenakkan memang.
0 Comments