Hari mulai bergulir, namun sang matahari belum juga menampakkan diri. Langit berawan nampak setia menaungi pagi itu. Kami pun harap-harap cemas akan kondisi cuaca di perjalanan kami nanti. Satu harapan kami agar langit bisa cerah kembali. Namun, sepertinya nasib baik belum sepenuhnya berpihak pada kami.

***
Usai sarapan, saya berganti pakaian dengan kostum yang sesuai dengan agenda perjalanan hari itu, yaitu snorkeling. Kaos tak berlengan dan celana pendek jadi pilihan. Semoga saja kulit saya tidak terbakar dengan pilihan busana yang mengekspos kulit ini. Untuk itu, saya gunakan tabir surya.


Hari masih berawan saat saya dan kawan seperjalanan beranjak ke kapal yang akan membawa kami bertualang. Hikmahnya cuaca jadi tidak terlalu panas dan membakar kulit, namun bahaya kalau sampai nanti hujan deras, apalagi yang paling ditakutkan kalau-kalau terjadi badai. "Jangan sampai!"

Kapal yang kami tumpangi berukuran sedang, cukup luas untuk memuat rombongan kami yang berjumlah sekitar 30-an kepala. Sepertinya semuanya gembira dengan pilihan kapal ini yang bagian atapnya bisa diduduki.   Meskipun penumpang dapat masuk ke dalam kapal, namun hampir semua pelancong yang ikut bersama kami memilih untuk  duduk di atas kapal. Demikian pula halnya dengan kami. Suatu pengalaman langka bisa bersauh dan duduk di atap kapal yang terbuka menikmati hembusan angin laut yang menjadi vitamin penyegar bagi masyarakat urban alias vitamin sea.

Singkat cerita, kenikmatan berlayar di atap kapal harus berakhir untuk sementara karena awan-awan mulai meneteskan butir hujan yang membasahi kami. Satu per satu penumpangi beringsut masuk ke dalam kapal.

Hujan semakin deras, namun sepertinya kabin kapal sudah kepenuhan. Akhirnya tinggal Mada, Rifal, Tuti, dan saya yang masih setia di atas kapal. Sementara tas dan barang kami sudah dievakuasi ke dalam kapal, badan kami menjadi basah diterpa butiran hujan. Tak kehabisan akal, saya dan Mada berlindung dibalik tumpukan pelampung.

Tak lama kemudian hujan mereda, sampai pula kami di Pulau Kelagian untuk bersantai sejenak menikmati hamparan pasir putih. Kami pun turun dari kapal dan mulai berburu titik yang bagus untuk berfoto.

Pulau ini nampaknya tak berpenghuni. Tidak ditemui satu pun orang lokal yang menjajakan dagangannya. Berbeda dengan tur Pahawang, di mana banyak ditemui penjaja makanan bahkan ada warung mengapung juga. Suasana sepi ini tentu lebih mengasyikkan karena pejalan seperti kami bisa asyik menikmati keindahan alam dengan nuansa yang alami.

Usai puas menikmati keindahan Pulau Kelagian, masing-masing peserta trip dibagikan alat snorkeling lengkap dengan kaki kataknya. Kami pun bersiap diri untuk melakukan snorkeling. Kapal pun melaju kembali mengantarkan kami ke titik snorkeling.

Ini bukan pengalaman pertama saya melakukan snorkeling, namun ini merupakan pengalaman snorkeling yang kurang menyenangkan. Usah menceburkan diri ke laut dan memasang peralatan snorkeling, saya mendadak kecewa. Mengapa? Karena alat snorkeling yang saya kenakan mengalami kebocoran. Walaupun demikian kekecewaan saya tidak berlarut, karena masih bisa menikmati mengapung sambil sesekali berenang-renang di lautan. Lagipula titik snorkelingnya pun kurang istimewa karena tidak banyak ditemui ikan warna-warni. Pemandangan yang ada kebanyakan hanya terumbu karang saja.

Puas bersnokeling, walaupun sebenarnya saya kurang puas karena tidak bisa snorkeling dengan optimal, kapal membawa kami ke Pulau Sebesi untuk beristirahat. Pulau ini dihuni penduduk dan memiliki sebuah pelabuhan yang cukup bagus, namun nampaknya belum beroperasi. Saat itu kami bersauh di sebuah dermaga di samping pelabuhan.

Dengan membawa tas dan barang bawaan lainnya, kami menyusuri tepian pantai menuju penginapan. Tak lama, kami pun sampai di penginapan yang bentuknya seperti barak tentara, satu ruangan besar dengan beberapa kasur. Maklum paket perjalanan ini terbilang ekonomis, jadi penginapannya pun cukup merakyat namun tetap layak.

Usai makan dan mandi, rombongan open trip diajak berperahu lagi. Kali ini ke Pulau Umang-Umang, yang di pantainya ada ayunan mirip Gili Trawangan. Sayangnya, sore itu air laut sudah pasang, pantai Pulau Umang-Umang sudah terendam air. Meskipun kapal kami sudah menurunkan jangkar, tak ada satupun dari kami yang mau turun karena air pasang bisa membuat baju kami basah sampai di atas pinggang. Kami malas basah-basahan lagi.

Pesiar kami sore itu berakhir dengan menikmati matahari terbenam. Asyik juga menikmati suasana senja di tengah laut. Tak ketinggalan, kami pun mengabadikan momen tersebut dengan berfoto-foto. Sebelum hari gelap, kapal yang kami tumpangi kembali berlabuh di Sebesi. Belum puas berfoto, saya bersama Mada, Toni, dan Rini serta beberapa pejalan lainnya penasaran ingin menikmati pemandangan dari Pelabuhan Sebesi. Ternyata pemandangannya cukup menarik untuk diabadikan.

Perjalanan hari itu berakhir di Pulau Sebesi, tempat kami bermalam. Setelah makan malam, kami pun diberi hidangan ikan bakar yang ukurannya cukup wah. Entah ikan apa yang disajikan, namun rasanya nikmat dicampur cocolan sambal kecap. Malam semakin larut, kami melepas lelah dan terlelap. Sebelum esok dini hari harus kembali memulai perjalanan utama kami, menapaki Anak Krakatau.