Hari ini adalah hari libur nasional memperingati hari lahirnya Pancasila. Sejak pertama kali ditetapkan hari libur nasional ini menuai kontroversi. Seberapa pentingkah peringatan ini hingga ditetapkan menjadi hari libur nasional? Saya rasa penting karena di Indonesia, selain Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, tidak ada hari libur lainnya yang memperingati momen penting dalam sejarah dan memiliki makna yang esensial dalam berbangsa dan bernegara. 

Penetapan hari lahirnya Pancasila sebagai hari libur ini pun menimbulkan pertanyaan yang menggelitik pikiran, sudah Pancasila-kah kita? Apakah kita sudah benar-benar menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari? Sadarkah kita bahwa mengamalkan Pancasila jauh lebih penting daripada sekadar menghafalkannya kata demi kata tanpa menerapkannya di dalam kehidupan? 

Saya bukanlah ahli hukum ataupun tata negara. Analisis yang saya buat hanya semata kesoktahuan saya dari fenomena kehidupan dan pergaulan  sehari-hari yang saya alami dan mengaitkannya dengan sila-sila yang ada dalam Pancasila. 
Sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa". Sebagian besar bangsa Indonesia tentu telah mengamalkannya karena kita adalah bangsa yang beragama. Meskipun tidak dapat ditampik bahwasanya ada di antara teman atau kerabat kita yang terbilang agnostic. Walaupun demikian, setidaknya mereka masih mengisi kolom agama di KTP-nya. Namun, agama resmi yang diakui hanya sebatas enam agama. Padahal banyak agama lokal dan aliran kepercayaan lokal yang sepatutnya mendapatkan pengakuan karena merupakan agama asli Indonesia yang patut dihargai dan ditoleransi. 

Sila kedua "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab". Masih menjadi peer besar bagi bangsa ini karena sebagian (kecil) manusianya masih ada yang tidak adil dan beradab. Malahan ada manusia yang berperilaku biadab hanya demi ketenaran dan views. Miris! 

Sila ketiga "Persatuan Indonesia". Hal yang patut kita syukuri meskipun kerapkali ada gesekan di kelompok-kelompok tertentu ataupun pemilahan dua kubu dalam pemilu presiden lalu, bangsa Indonesia masih tetap satu. Ingatlah selalu pepatah lama: bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. 

Sila keempat "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyarawatan/Perwakilan". Sila ini memang sangat panjang yang kadang membuat hampir semua orang belibet menghafalkannya. Saat membahas sila ini, pikiran saya otomatis mengarah ke Senayan. Kadangkala rakyat tidak merasa terwakili, namun syukurlah di era kebebasan berpendapat dan keterbukaan informasi seperti saat ini rakyat bisa proaktif memastikan keterwakilan aspirasinya, meskipun kadang perlu perjuangan yang keras. 

Sila kelima "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Sila ini rasanya masih jauh panggang dari api. Keadilan sosial belum dirasakan seluruh rakyat Indonesia. Untungnya bangsa kita memiliki sifat dermawan, berbagai penggalangan dana untuk kegiatan sosial selalu ramai dan membantu memberikan keadilan bagi mereka yang tak berpunya.