Dalam menjalankan usahanya, Bank Syariah maupun UUS pasti harus menghadapi risiko, baik yang tingkatnya rendah maupun tinggi, baik yang berdampak kecil maupun besar. Risiko dapat didefinisikan sebagai suatu potensi kerugian yang mungkin dialami akibat suatu kejadian tertentu. Sebagai contoh, Bank Syariah berpotensi mengalami kerugian apabila terjadi kejadian bencana alam, seperti gempa bumi.


Untuk itu, Bank Syariah maupun UUS harus menerapkan manajemen risiko. Otoritas Jasa Keuangan atau OJK telah mengaturnya dalam Peraturan OJK Nomor 65/POJK.03/2016 tentang Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. OJK mendefinisikan manajemen risiko dalam POJK tersebut sebagai serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha Bank. Terdapat 10 jenis risiko yang harus diidentifikasi Bank Syariah dan UUS, antara lain:


#1 Risiko Kredit

Risiko yang disebabkan kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Risiko kredit tidak terbatas pada kegagalan debitur dalam memenuhi kewajiban pelunasan pembiayaan atau kredit, namun juga termasuk risiko konsentrasi kredit, counterparty credit risk, dan settlement risk. Untuk penjelasan lebih detail mengenai contoh risiko kredit lainnya akan dijelaskan di artikel berikutnya.


#2 Risiko Pasar

Risiko yang disebabkan perubahan harga pasar (termasuk nilai tukar mata uang) yang menyebabkan perubahan nilai pada posisi neraca dan rekening administratif. Sebagai contoh, Bank mengalami kerugian pada posisi neraca karena terjadi penurunan nilai surat berharga yang dimiliki Bank akibat perubahan harga pasar.


#3 Risiko Likuiditas

Risiko yang disebabkan ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. Risiko ini adalah risiko yang paling mengerikan bagi suatu Bank dan biasanya terjadi pada kondisi krisis keuangan seperti pada tahun 1997 silam di Indonesia. 


#4 Risiko Operasional

Risiko yang disebabkan oleh salah satu aspek yang mempengaruhi operasional Bank berikut: kegagalan atau kurang memadainya proses internal, kesalahan manusia (human error), kegagalan sistem, atau kejadian eksternal. Berikut ini adalah contoh-contohnya: Bank mengalami kerugian karena proses pemberian kredit tidak sesuai prosedur (kegagalan proses), Bank mengalami kerugian karena teller salah melakukan perhitungan uang (kesalahan manusia), Bank mengalami kerugian karena sistem Internet banking diretas hacker (kegagalan sistem), 


#5 Risiko Hukum

Risiko yang disebabkan oleh tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis dalam pembuatan perjanjian atau produk Bank. Sebagai contoh, Bank mengalami kerugian karena dituntut oleh nasabah dan dinyatakan kalah di pengadilan (tuntutan hukum) atau Bank mengalami kerugian karena penyusunan perjanjian kredit tidak sesuai hukum yang berlaku (kelemahan aspek yuridis). 


#6 Risiko Reputasi

Risiko yang disebabkan menurunnya tingkat kepercayaan pemangku kepentingan (stakeholder) yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank. Persepsi negatif dapat timbul karena berbagai faktor, antara lain pemberitaan negatif baik terhadap Bank maupun pemilik dan perusahaan terkait, perselisihan dengan mitra bisnis, dan keluhan nasabah. Sebagai contoh, Bank mengalami kerugian karena bisnis Bank mengalami penurunan akibat banyaknya pemberitaan negatif di media massa nasional.


#7 Risiko Stratejik

Risiko yang disebabkan ketidaktepatan dalam pengambilan atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Risiko ini erat kaitannya dengan visi, misi, strategi bisnis, dan rencana bisnis bank. Contohnya, Bank mengalami kerugian karena salah mengambil strategi, atau Bank mengalami kerugian karena tidak berhasil menyesuaikan produk dengan perkembangan digital di dunia bisnis saat ini.


#8 Risiko Kepatuhan

Risiko akibat Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku serta prinsip-prinsip syariah. Sebagai contoh, Bank mengalami kerugian karena harus membayar denda ke OJK karena melakukan pelanggaran peraturan.


#9 Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk)

Risiko yang disebabkan oleh perubahan tingkat imbal hasil yang dibayarkan Bank kepada nasabah, karena terjadi perubahan tingkat imbal hasil yang diterima Bank dari penyaluran dana, yang dapat mempengaruhi perilaku nasabah dana pihak ketiga Bank. Risiko ini hanya terjadi pada Bank yang menjalankan bisnis sesuai prinsip syariah. Misalnya, Bank mengalami penurunan bagi hasil yang diterima dari nasabah pembiayaan, kemudian Bank membayarkan bagi hasil yang lebih rendah pada nasabah dana pihak ketiga (giro, tabungan, atau deposito) sehingga dapat mempengaruhi perilaku nasabah tersebut (seperti memindahkan dana mereka ke bank kompetitor).


#10 Risiko Investasi (Equity Investment Risk)

Risiko akibat Bank turut menanggung kerugian usaha nasabah yang dibiayai dalam pembiayaan berbasis bagi hasil baik yang menggunakan metode net revenue sharing maupun yang menggunakan metode profit and loss sharing. Sebagai contoh, Bank mengalami kerugian karena nasabah pembiayaan Bank mengalami kerugian akibat dampak pandemi COVID-19.


Demikianlah penjelasan mengenai jenis-jenis risiko yang dihadapi Bank Syariah dan UUS yang harus dikelola melalui penerapan manajemen risiko. Ikuti pembahasan berikutnya seputar manajemen risiko dan jasa keuangan dalam seri MARIUS ~ Manajemen Risiko Untuk Semua di blog #BudionoJournal. Jika ada masukan untuk topik pembahasan berikutnya, silakan tulis di kolom komentar.


Referensi:

https://www.ojk.go.id/id/regulasi/Documents/Pages/POJK-tentang-Penerapan-Manajemen-Risiko-bagi-Bank-Umum-Syariah-dan-Unit-Usaha-Syariah/pojk%2065-2016.pdf