Ketika kita berkarya, akan selalu ada beberapa golongan orang yang dapat dibedakan dari cari cara mereka menanggapi buah proses kreatif kita. Kurang lebih seperti ini:

Pertama, orang yang dengan tulus memberikan dukungan atas apa yang kita ciptakan. Golongan orang ini tentu tidak banyak menuntut kesempurnaan atas karya yang kita hasilkan. Mereka tentu bisa memaklumi kalaupun dirasa masih ada kekurangan dari karya tersebut. Salah satu yang melatarbelakanginya adalah kesadaran bahwa menciptakan suatu karya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Pujian ataupun masukan yang disampaikan oleh golongan ini didasari ketulusan dari proses apresiasi karya kita yang dilakukan secara sungguh-sungguh.

Kedua, orang sebenernya tidak begitu mendukung atas karya yang kita ciptakan. Yang bisa mereka lakukan hanyalah mencari cela atas karya tersebut atau membandingkannya dengan yang lain, padahal mereka sendiri tidak begitu memahami dan tidak sungguh-sungguh melihat atau mengapresiasi karya yang diciptakan. Orang-orang seperti ini memang kerap membuat kita mengelus dada. Karya hanya dinilai dan dibandingkan dengan tolak ukur suatu angka, tanpa menghargai makna yang ada dibaliknya. Karya dibandingkan dengan pencapaian keberhasilan orang lain, tanpa mengetahui bahwasanya tidak semua pencapaian itu berbuah keberhasilan.

Patutlah disadari, membuat sebuah karya bukan perihal laku atau tidak, yang terpenting kepuasan batin atas hasil ciptaan buah pemikiran pribadi. Tidak semua karya bisa sesempurna pencipta yang sudah besar, semuanya tentu tergantung sumber daya yang dimiliki ibarat sebuah fungsi produksi.

Terakhir, tak ada guna lah menanggapi cibiran golongan yang terakhir diuraikan tadi, yang terpenting teruslah berkarya. Pada hakikatnya, dalam berkarya itu kita selalu dihadapkan dengan dua pilihan menyenangkan diri sendiri atau menyenangkan orang banyak. Mujur kalau bisa keduanya, tapi jika tidak bisa ya lebih baik menyenangkan diri sendiri. Itu tidak ternilai harganya, toh?