Dengan sigap Sulli bangkit dan menyapaku yang berdiri tak jauh dari meja kerjanya. Meja yang minggu lalu aku tempati sementara waktu ia pergi. Pagi itu aku pun hendak melakukan hal yang sama, namun sosok gadis berparas manis itu sudah kembali menempati singgasananya. Gadis itu bernama Sulli.
"Ini Budi, Sul... tenaga kerja swakelola yang baru di sini," Kak Iis memperkenalkanku pada Sulli.
Kami pun bersalaman. "Sulis," begitu ia memperkenalkan diri. Namun entah kenapa aku malah memanggilnya Sulli, mungkin karena keseringan belajar bahasa Perancis sampai terbiasa menghilangkan akhir huruf "s" layaknya pelafalan Paris.
Sulli kadang ku panggil dia Seolli, terkadang diplesetkan juga jadi Solihin oleh kawan-kawan lainnya. Tapi bagiku ia tetap sama, sekuntum mawar merah akan tetap sama cantik dan harumnya apapun nama yang melekatinya. Begitu pula Sulli, yang bagiku selalu memiliki pesona tersendiri. Indah dari luar, bersahaja dalam bersikap, dan cerdas dalam berpikir. "Sulli..."
0 Comments