Sudah lebih dari seminggu sejak album terbaru Lana Del Rey "Lust for Life" dirilis dan saya masih menikmatinya. Keindahan melodi dan lirik yang ada di dalamnya begitu menyentuh dan memesona. Banyak perubahan dan variasi menarik yang ada dalam rekaman ini. Dengan total lagu sebanyak 16 buah, album ini memberikan kesan tersendiri bagi para pendengarnya. Mengapa demikian? Ada apa di balik senyuman dan hasrat 'tuk hidup Lana Del Rey?


Beberapa waktu lalu saya sudah membahas lagu-lagu yang telah dirilis sebelum peluncuran album, yaitu "Love", "Lust for Life" , "Coachella - Woodstock in My Mind","Summer Bummer", dan "Groupie Love" di bagian 1. Kelima lagu tersebut memberikan sedikit gambaran tentang tema yang diangkat Lana dalam album "Lust for Life". Tema yang diangkat cukup beragam mulai dari cinta dan kehidupan hingga isu sosial politik. Kelima tema tersebut kembali diangkat Lana dalam lagu yang berbeda di album ini. Perubahan tema ini menarik karena album Lana kini tidak lagi didominasi tema cinta dan patah hati, tetapi juga memasukkan tema sosial politik sebagai bentuk kontribusi sekaligus kritik terhadap negaranya yang saat ini berada di bawah kepemimpinan Donald Trump. Album ini pun menjadi lebih berwarna dan menandai era baru Lana dalam bermusik. Sisi kelam sebagian ditinggalkan, sisi positif semakin ditambahkan. Lana juga memadukan unsur-unsur dari album sebelumnya yang membuat album ini terasa lengkap dan tentu saja untuk memuaskan hati banyak fans yang belum sepenuhnya move on dari gaya Lana di album-album sebelumnya.

Trek ketiga dalam album ini berjudul "13 Beaches" yang dibuka dengan melodi nan megah bak lagu nasional (sekilas terdengar seperti "Rayuan Pulau Kelapa") kemudian disusul dengan monolog singkat. Lagu ini bercerita tentang seseorang yang berusaha lari dan bersembunyi dari kekasihnya. Perasaan serba salah antara tak ingin disakiti tetapi masih ada cinta. Nuansa melankolis dalam lagu ini bisa membuat kita ikut sedih saat mendengarkannya dan terbawa perasaan. Tema lagu ini disebut-sebut memiliki kemiripan dengan tema lagu dan video musik "High By The Beach" di mana Lana berusaha menghindar dari paparazzi. Maka dari itu, lagu ini dapat memiliki dua arti, kabur dari kekasih atau smetafora kabur dari kejaran wartawan.

Dua kata untuk mendeskripsikan lagu "Cherry" adalah seksi dan menggairahkan. Lagu ini yang pernah dibawakan Lana di atas pentas sebelum resmi dirilis dengan koreografi yang juga seksi tapi tetap elegan. Lagu ini dibuka dengan nuansa ala lagu tema film James Bond. Unsur gelap dan seksi terasa kental dalam keseluruhan lagu ini. Dalam lagu ini, Lana mendefinisikan cinta sejati sebagai keberanian menghadapi marabahaya yang mengancam jiwa sekalipun. Ujaran kata-kata umpatan membuat lagu ini unik dan lain dari yang lain.


Dalam "White Mustang" lagi-lagi Lana menceritakan kisah cintanya dengan seorang musisi. Namun berbeda dengan "Groupie Love", lagu ini menggambarkan hubungan yang tak berakhir bahagia karena sikap sang kekasih yang tak mau berubah. Irama yang dibawakan seakan mengingatkan pada era album "Ultraviolence", namun lebih easy listening, tidak terlalu kelam dan depresif. Sepertinya Lana memang ingin menyampaikan melankoli dengan nuansa yang lebih santai. Sementara itu, "In My Feelings" menampilkan ritme yang lebih modern (sedikit warna hip hop seperti dua trek yang sudah dirilis sebelumnya) dan tempo yang cepat di beberapa bagian. Tipikal lagu seperti ini serasa membawa pendengar kilas balik ke masa kejayaan album "Born to Die". Liriknya cukup vulgar seakan ingin mengungkapkan kekecewaan pada mantan kekasih secara frontal.

"God Bless America - and All Beautiful Women in It" tak ubahnya sebuah lagu cinta yang ditujukan untuk Amerika Serikat. Lana memang gemar unsur patriotisme ala Amerika dalam lagunya. Lagu ini dinyanyikan secara indah dan penuh ketulusan, meskipun liriknya terkesan narsistik dengan embel-embel "all beautiful women in it", yang di bait terakhir diubah menjadi "all beautiful people in it". Lagu ini terasa sangat berkesan dan terdengar bak sebuah national anthem atau lebih tepatnya hymne yang memberikan semangat dan inspirasi pada warga Amerika. Tema ini sangat relevan dengan isu sosial yang berkembang di Negeri Paman Sama. Lirik "take me as I am, don't see me as I'm not" terasa begitu menyentuh. Lana nampaknya turut memasukkan isu inklusivitas dan keberagaman dalam lagu ini.


"When the World was at War, We Kept Dancing" seperti perpaduan antara "Coachella..." dan "God Bless America..." Lana memadukan isu perang dan Amerika ke dalam sebuah lagu. Dengan lantang Lana mempertanyakan apakah ini akhir dari Amerika. Lagu ini beritme lambat dan terdengar depresif. Walaupun demikian, lagu ini tetap membawa pesan optimisme dan harapan, di saat dunia berperang kita tetap menari. Makna meenari di sini dapat diartikan sebagai kiasan dari aksi nyata untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih baik.

Lana kembali menuliskan lirik yang terkesan narsistik dalam "Beautiful People, Beautiful Problem." Lagu duet dengan Stevie Nicks ini bernuansa rock zaman dulu, maklum Stevie merupakan vokalis grup kenamaan Fleetwood Mac yang tenar di era 1980-an. Duet ini tetap memiliki daya tarik tersendiri dari keunikan suara dua vokalisnya, meskipun melodi yang dibawakan cukup sederhana. Makna lagu ini sangat mudah dikaitkan dengan permasalahan sehari-hari. Lana dan Stevie seakan membawa pesan empowerment bahwa semua orang punya masalah masing-masing tetapi semua itu tetap harus dijalani.

Album ini sudah seperti mesin waktu. Kolaborasi Lana dengan putra vokalis The Beatles, Sean Ono Lennon, dalam tembang bertajuk "Tomorrow Never Came" seakan membawa kita ke dekade 1960-an. Maklum suara Sean terdengar sangat mirip dengan ayahnya John Lennon. Ritme lagu yang dibawakan pun simpel layaknya lagu-lagu The Beatles. Oleh karena itu, meskipun tema yang dibawakan adalah cinta yang bertepuk sebelah tangan, lagu ini tidak terlalu melankolis. Terdengar santai dan mudah dinikmati alias easy listening. Berlanjut ke "Heroin", Lana membawa kita ke Topanga, sudut di California tempat para artis lawas berpesta menikmati kebebasan dari beban kehidupan. Sepertinya ini adalah lagu paling kelam yang ada dalam album ini. Elemen gelap seperti yang ada dalam album "Paradise" dan "Honeymoon" sangat terasa dan sudah cukup akrab bagi penggemar Lana. 

Akhirnya tiba di dua lagu terakhir yang bertemakan perubahan. "Change" adalah sebuah lagu sederhana yang memiliki makna yang sangat dalam. Dalam lagu ini, Lana seperti bercerita tentang perubahan dalam hidupnya. Sebuah topik yang relevan bagi setiap individu, maka dari itu siapa saja bisa dengan mudah mengaitkan dengan pengalaman hidup masing. Sebagai penutup, "Get Free" seakan mengukuhkan perubahan Lana ke sisi yang lebih terang ketimbang lagu-lagu lamanya yang cenderung kelam. Hal ini terlihat dari ungkapan lirik "Out of the black, into the blue." Bagian refrain lagu ini memiliki nuansa 1970-an yang kental dan mengingatkan kita pada gaya bermusik The Carpenters. Di penghujung lagu ini terdengar efek suara desiran ombak dan hewan-hewan pesisir membuat lagu ini terdengar relaks dan menyegarkan pikiran.


Secara keseluruhan, album "Lust for Life" patut diakui sebagai salah satu karya terbaik Lana Del Rey hingga saat ini. Pantas saja jika album ini berhasil merajai tangga lagu di mancanegara dan mendapat banyak resensi positif. Lana kembali berhasil menampilkan transformasi dari album-album sebelumnya. Ia memadukan berbagai elemen dari berbagai genre dari masa ke masa di dalam album ini, namun ia tetap mempertahankan otentisitasnya, khususnya dari sisi vokal. Kolaborasi (duet) dengan sejumlah musisi juga semakin memperkaya album ini dengan berbagai nuansa yang berbeda. Lana menunjukkan versatility dalam bermusik seakan ingin melepas stereotype penyanyi melankolis yang kelam. Seperti namanya, "Lust for Life" merangkum berbagai hasrat kehidupan di dalam sebuah karya rekaman yang sangat elok dan membuat kita tersenyum kala menikmatinya.