Membaca pernah ada di daftar hobiku, setidaknya hingga SMA, saat di mana aku gemar sekali menghabiskan waktu di perpustakaan baik untuk meminjam buku atau sekadar mendinginkan diri alias ngadem. Setelah lulus SMA, kecanggihan dunia maya mengubah segalanya. Aku lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar gawai, mulai dari ponsel multimedia sampai komputer jinjing dan ponsel pintar berbasis Android. Ku pikir gawai malah bisa menjadi suatu cara baru untuk membaca buku, tetapi malah sebaliknya. Ponsel dan laptop lebih banyak digunakan untuk ketak-ketik perpesanan, jelajah media sosial, dan mendengarkan lagu. Kegemaran membaca pun kian terabai. Beberapa buku memang sempat ku baca dan selesaikan lewat ponsel, akan tetapi jumlahnya sedikit dan bisa dihitung jari.
Suatu siang, jam istirahat makan siang, aku melangkahkan kaki ke Gramedia, niatnya untuk lihat-lihat saja karena memang sudah jarang sekali membeli buku. Maklum buku-buku yang sudah dibeli berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun lalu saja belum sempat dibaca sampai tamat. Entah kenapa aku merasakan sesuatu yang berbeda. Aku melihat-lihat beberapa buku sastra dan aku merasakan aku harus membeli dan membaca satu di antaranya. Pilihan itu jatuh pada novel karangan Y.B. Mangunwijaya yang berjudul Ikan-ikan Hiu, Ido, Homa. Novel ini adalah novel sejarah berlatarkan kebudayaan Maluku. Aku pun membelinya dan saat ini masih belum selesai membacanya. Aku tergolong slow reader yang lebih suka mencicil halaman demi halaman, bukan tipikal pembaca yang harus menamatkan sebuah novel dalam waktu sehari saja. Maka dari itu, mulanya aku lebih suka membaca cerpen di mana aku bisa membaca seluruh isi cerita hanya dalam beberapa halaman saja.
Setelah membacanya, aku jatuh cinta pada penceritaan novel berlatar suku Tobelo itu. Minat membaca mulai tumbuh subur dalam pikiranku. Selang beberapa hari kemudian aku berkunjung ke toko buku yang sama dan membeli buku lain, kali ini buku pengembangan diri Rhenald Kasali bertajuk Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger? Toko buku memang selalu menumbuhkan inspirasi baru, sebelumnya terkait apresiasi sastra dan sekarang self-development. Sepertinya kegemaran membaca kini muncul kembali.
Setelah sekian lama, aku pun kembali masuk ke media sosial pencinta buku Goodreads. Situs ini berguna untuk mencatat buku apa saja yang pernah, sedang, dan ingin dibaca, sekaligus mengintip buku apa yang sedang diminati teman-teman. Dibandingkan kebanyakan teman di Goodreads, jumlah buku yang sudah ku baca relatif sedikit. Ini ada kaitannya dengan senjakala kegemaran membaca. Namun, sekarang saat minat itu terangsang kembali aku ingin membaca sebanyak mungkin. Situs ini juga memiliki fitur 2016 Reading Challenge untuk menetapkan target jumlah buku yang selesai dibaca sepanjang tahun 2016. Aku yang sadar betul arti sebuah tantangan tidak mau ketinggalan untuk ikut serta dalam challenge tersebut. Ini bisa menjadi motivasi untuk terus membaca sampai akhir tahun, kemudian meningkatkan lagi jumlah bacaan di tahun-tahun berikutnya.
Untuk tahun ini, aku menargetkan untuk membaca 42 buku. Aku rasa itu angka yang pas, walaupun sepertinya terlalu banyak untuk seseorang yang baru mulai membaca lagi. Namun, kembali pada hakikat tantangan sebagai suatu motivasi untuk melakukan sesuatu yang dirasa tidak mungkin menjadi mungkin. Tantangan 42 buku pun dimulai dan sekarang sudah hampir tengah tahun, harus segera mengejar ketertinggalan untuk bisa mencapai target. Baca, baca, baca!
0 Comments